Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) membolehkan aborsi. Termasuk bagi korban pemerkosaan, asal memenuhi persyaratan tertentu.
"Pada dasarnya hukum melakukan aborsi adalah haram, apa pun alasannya. Kecuali untuk menghindari kematian," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dalam jumpa pers penyampaian hasil Munas dan Konferensi Besar NU di Jakarta, Minggu (2/11/2014).
Aborsi menjadi salah satu bahasan Munas NU, menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang memunculkan polemik, karena dianggap kebijakan yang melegalkan aborsi.
Said Aqil menjelaskan, yang dimaksud menghindari kematian dalam pengecualian izin aborsi, salah satunya adalah kondisi darurat medis. Yakni, apabila kehamilan mengancam keselamatan ibu dan atau janin.
"Untuk mengetahui seberapa tingkat bahayanya, itu harus atas pertimbangan dokter ahli. Tidak boleh sembarangan, harus dokter ahli yang merekomendasikan," kata dia.
Namun mengenai aborsi kehamilan akibat pemerkosaan --yang juga diatur dalam PP No 61 Tahun 2014, Said Aqil menegaskan, itu haram dilakukan. Kendati, ada pengecualian yang juga memiliki syarat ketat.
"Untuk aborsi pada kasus pemerkosaan, itu juga haram. Namun, ada beberapa ulama yang membolehkan sebelum janin berusia 40 hari terhitung sejak pembuahan," kata Said Aqil.
Said Aqil menambahkan, guna menghindari penyalahgunaan dukungan terhadap legalisasi aborsi --khususnya dalam ketentuan rekomendasi dokter ahli, NU mengimbau agar semua dokter menaati sumpah jabatan dan kode etik profesi.
"Sekali lagi ditegaskan, aborsi tidak diperbolehkan. Kecuali terhadap yang sudah memenuhi syarat kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan berdasarkan ketentuan-ketentuan," tandas Said Aqil. (Ant)